Tiap masjid berfungsi sama. Tapi ada sensasi berbeda di tiap masjid.
Kalau ada waktu, saya suka mampir ke masjid (mushala) tiap berkunjung ke daerah. Baru-baru ini saya mampir ke Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT). Hehehe…malu mengakui agak kampungan ni. Teman dan keluarga yang sudah pernah ke sana mempromosikan menaranya yang bisa berputar dan payung otomatisnya.
Sebenarnya saya kesana pas hari Jumat. Hari dimana payung dikembangkan. Tapi saya datangnya kepagian, payung belum dikembangkan dan perjalanan masih jauh sehingga tidak bisa menunggu sampai jam 11. Ternyata masjidnya tidak terlalu luas, terasnya yang luas. Halamannya lebih luas lagi. Payung dikembangkan di teras masjid untuk menampung jemaah yang tidak tertampung di dalam masjid. Saya membayangkan, apa di payung tersebut ada kipas anginnya ya. Secara panas banget di luar. Begitu sujud bisa-bisa langsung dapat cap di jidat….hehehehe… Kalau mau jalan di teras, harus lepas alas kaki. Panassss….
Interior di dalam masjid menurut saya biasa saja. Malah mengingatkan saya pada masjid Akbar At Taqwa di Bengkulu. Ada kubah di atas dengan lampu. Di dinding mimbar ada lengkungan yang memantulkan sinar dari luar. Lengkungan ini terefleksi di lantai. Jadi seperti oval bersinar. Ada bedug besar juga di dalam. Disebut bedug ijo karena warnanya memang ijo. Sayangnya, mukena tidak tertata rapi di lemari. Bau apek dan bintik-bintik item. Saya berpikiran positif aja, jamaah wanitanya banyak dan suka shalat di masjid makanya bau apek dan bintik-bintik :).
Oya tentang masjid Akbar At Taqwa, ini masjid terbesar di Bengkulu. Di bangun sekitar tahun 1994, saya tidak tahu persis. Yang jelas, saya suka main di sana sejak TK…(duh, tuwirnya saya…). Masjidnya dekat dengan pantai panjang. Jadi lantainya beraroma pantai dan agak lengket. Warna masjid putih…putihhh semua. Kubahnya besar. Saya suka berbaring di lantai dan melihat ke atas kubah. Tiba-tiba ada burung keluar masuk dan buat sarang di lubang ventilasi kubah. Kubahnya dan langit-langitnya tinggi jadi tidak sumpek, malah ada semilir angin laut. Waktu dulu, jamaahnya sedikiiiiiiiitt. Masjid sebesar itu, jamaahnya bisa diitung 2 tangan. Kecuali kalau Ramadhan. Saking besar dan sepinya, saya takut ke tempat wudhu sendirian. Bagi kami anak-anak, ada lokasi favorit tempat bermain lompat tali. Di bawah kubah kecil bagian belakang, berhadapan langsung dengan pantai. Lagi asyik-asyik main diusir dan dimarahin marbot masjid. Ya iyalah, main lompat tali sampai roknya diangkat tinggi-tinggi. Di masjid gitu lhoo….hehehe…
Masjid Pusdai (Pusat Dakwah Islam), Bandung, menurut saya interiornya bagus dan selalu ramai. Banyak ventilasi segi enam imut-imut. Jadi banyak jamaah pun tidak sumpek malah duingiiiinnn. Biasanya ada anak-anak kecil di teras masjid sambil bawa kresek tempat taruh sendal. Mereka menawarkan jasa penitipan sandal dengan imbalan beberapa receh. Kebanyakan yang menggunakan jasa karena kasihan saja. Soalnya masjid sudah punya penitipan sendiri. Yang kurang menyenangkan di masjid ini adalah tempat wudhu dan toilet yang tidak sebanding dengan jumlah jemaah. Apalagi kalau ada even mabit. Wuihhhhh…. ngantri toilet dan wudhunya bisa satu jam lebih. Mengular naga panjangnya sampai ke dalam masjid. Kalau dijadwalkan shalat tahajud dimulai jam 3, jam 1 sudah harus bangun dan siap-siap ngantri. Kalau jam 2 mulai ngantri dijamin masbuk. Gimana ya kalau wudhunya batal, trus harus ngantri lagi…duh.
Sampai saat ini, masjid favorit masih Syamsul ‘Ulum, Bandung :).