Aku menjumpainya di sebuah ruang sederhana. Berdinding kuning pucat. Ubin ruangan itu, meski tampak sompal dan kusam karena jarang dipel, masih memperlihatkan wujud asli ubin khas terakota. Mentari pagi masuk melalui jendela tinggi berlukis. Cahayanya langsung membias di wajahnya. Riuh gaduh di ruang sebelah menjalar di ruang tempat aku melihatnya. Tapi, itu seakan tidak mengusikmu. Matamu tajam, menunjuk, menggetarkan suara tegas. Kebaya kartini dan jarik sama sekali tidak menenggelamkan keberanianmu. Bahkan ditengah-tengah sekumpulan pria yang diam.
“Ia…pejuang yang berani hidup. Banyak orang yang berani mati, hanya sedikit orang yang berani hidup. Ia…yang memenggal kepala Gurkha”, kata-kata teman tiba-tiba menyentak. Berani hidup.
Saya sulit untuk tidak membuat daftar tujuan saat berjalan. Tidak harus detail tapi semua yang di-list harus dikunjungi, dicoba, dirasakan. Jika tidak, saya bisa uring-uringan. Makanya, berjalan dengan teman yg suka spontanitas, sama sekali tanpa rencana, benar-benar bikin saya labil. Kadang happy, kadang dan lebih banyaknya…senewen. Akhirnya uring-uringan. Tapi, sejatinya saya selalu senang berjalan bersamanya. Pagi itu kami berniat menghabiskan sisa hari memutari Malang sebelum kembali ke Jogja-Solo. Saya, secara sepihak, mengajak dua orang teman ke Museum Brawijaya. Kunjungan ke museum adalah it’s a must!!! Untunglah mereka tidak protes dan sepertinya juga suka :D.
Museum Brawijaya ini berdiri di area perumahan model Belanda di Jalan Besar Ijen. Dengan jalan yang luas dan pepohonan teduh di kiri kanannya . Saya membayangkan, di masa lalu tentulah kawasan ini wilayah elit. Masih sangat sejuk. Mobil hilir mudik dengan anggunnya, sering tapi tidak banyak. Fasad museum sederhana saja. Sebuah kolam harus kita titi sebelum masuk ke bangunan utama. Tank dan patung Sudirman menghias sisi depan museum sekaligus ikon gedung ini. Begitu masuk…kami dihadapkan pada sekumpulan anak sekolahan. Fuiiihh…kunjungan ini pasti akan riuh. Dengan 2000/orang, kami bersiap menjelajah museum yang tidak luas ini.
Museum ini terbagi dalam 5 area, ini sih menurut penjelajahan saya. Ruang utama sebagai pintu masuk yang memajang foto-foto gubernur Jawa Timur dari periode pertama sampai sekarang. Ruang sayap kanan dan kiri yang isinya hampir mirip. Tapi saya lebih suka ruang sayap kanan. Disinilah saya berjumpa Willy dan Soesilawati, anggota Laswi yang pemberani, dalam beberapa carik potongan berita. Yup, museum ini lebih banyak memajang klipping koran yang sudah kekuningan. Selain dua wanita itu, saya bertemu pula dengan ibu Fatmawati yang sedang berpidato di depan ratusan tentara. Sungguh, ini kali pertama saya lihat ibu negara berpidato. Rasanya luar biasa… Sepertinya belum pernah melihat ibu negara pidato apalagi depan tentara.
Adakah sosok pejuang pria yang memikat di sana? Adaaa…astaga Jend. Besar Soedirman masa muda kok ganteng banget yaaa :D…hahaha … Sempat ga habis pikir kenapa rute gerilya Soedirman bisa sampai Malang. Seorang teman yang pernah mengikuti susur rute gerilya Jend.Besar Soedirman mengiyakan…rute gerilya-nya sampai Malang.
Di bagian halaman belakang, masih ada spot menarik yang jadi pusat perhatian pengunjung. Gerbong Maut. Ada satu gerbong kecil, ukurannya mungkin hanya 2×4 meter saja. Menurut plakat informasi, gerbong ini mengangkut 100 pejuang dari penjara Bondowoso ke Surabaya. Begitu melihat lebih dekat ke gerbong, saya langsung merinding. Betapa sumpek dan panasnya di dalam. Sudahlah berjejalan, tanpa ventilasi, berebut tempat berpijak dan udara, panas lagi karena semua terbuat dari besi. Saya yang berjejalan di komuter saat musim liburan dan lebaran aja bengek…apalagi ini. Tercatat, 46 orang meninggal (gila…setengahnya!!!). Sisanya sampai di Surabaya dalam kondisi sakit parah, sakit, dan hanya 12 saja yang sehat. Sedih… 😦
Museum Brawijaya Malang bisa jadi salah satu tujuan travelling selain kawasan wisata alam. Memang agak sulit kalau kesini karena sepertinya tidak ada kendaran umum yang lalu lalang. Kemarin kami naik taksi, hitungannya jadi murah. Dan karena supirnya baik hati, mau menunggu, kunjungan ke museum tidak banyak menghabiskan anggaran. Ya…masuknya aja murah banget. Sebenarnya, dinaikan tidak masalah jadi sekitar 5-10 ribu supaya bangunan dan koleksinya bisa terawat dan terpajang dengan baik :D. Salam sejarah 😀